Skip to content Skip to main navigation Skip to footer

Inovasi

Widodo Darojatun – Telkom(sel) dan Penguasaan Internet Global

By: Widodo Darojatun

Tower pemancar sinyal telpon seluler kini bisa *terbang!

Tulisan ini dibuat sebagai pemancing refleksi, untuk bisa menyimpulkan seberapa kuat perusahaan raksasa bisa bertahan dari disrupsi. 
Kita ambil contoh Telkomsel, Indosat, XL, 3 dan operator telepon seluler lain (bila ada). Empat perusahaan ini bersaing sangat keras sejak belasan tahun lalu.  Salah satu cara mereka bersaing adalah dengan memperluas jaringan layanan. Mereka akan berlomba memasang pemancar sinyal sebanyak mungkin. Nama pemancar sinyal tsb adalah BTS (Base Transceiver Station). Bentuknya berupa tower besi berwarna merah (pada umumnya). Jumlah BTS di Indonesia tahun 2018 sekitar 400-an ribu buah. 
Perusahaan operator telepon seluler berusaha memasang BTS sebanyak-banyaknya. Siapa yang bisa memasang sebanyak mungkin BTS, dialah pemenangnya. Untuk kasus Indonesia, Telkomsel lah pemenangnya. Memiliki sekitar 200 ribu BTS. Diikuti XL sekitar 100 ribu.
Bagaimana XL merebut posisi ke dua adalah cerita panjang ‘berdarah-darah’. XL merebut pasar dengan mengorbankan marjin bisnis. Diskon 99% harga pulsanya. Pasang baliho persis di sebelah kompetitor. Dan seterusnya. Dengan cara ini, XL berhasil masuk ke posisi dua, menggeser Indosat.
Pilihan strategi XL ini memang satu²nya hal yang bisa dilakukan. Cara lain, mungkin sangat sulit dilakukan. Terlalu mahal bagi XL untuk menanam BTS lebih banyak dari Telkomsel. Kalau harga satu tower BTS sekitar 2 milyar rupiah, perlu 100 ribu BTS tambahan bagi XL untuk menyaingi telkomsel, tinggal hitung saja dana yang diperlukan. 200 triliun lah kira². 
Udah gitu, seandainya benar² terbangun BTS sebanyak itu, belum tentu diikuti dengan penambahan jumlah pelanggan! Dari sisi layanan pelanggan juga mungkin akan sama saja. Karena BTS XL, Telkomsel, Indosat, 3 dll menggunakan teknologi dan kualitas yang mirip saja.
Persaingan berdarah-darah akan berkepanjangan dengan cara ini. 

BTS Terbang!

Di sisi dunia lain, ada sebuah perusahaan yang berpikir keras, bagaimana bisa mengantarkan sinyal telepon ke pelanggan tanpa tergantung dengan rumitnya pengelolaan BTS ala Telkomsel dkk. Sekaligus memiliki sinyal yang jauh lebih bagus dari BTS statis yang ditanam di tanah.
Perusahaan ini adalah Google. Dia ingin membangun BTS terbang. BTS-nya ditempel di balon terbang, dinamai Google Loon. Dalihnya sih demi menjangkau masyarakat pedesaan yang jauh dari infrastruktur kota. Tapi kita bisa prediksi, kalau project ini berhasil, Google Loon akan dipasang di mana-mana di seluruh dunia.
Mungkin Telkomsel dkk merasa lega. Project Google Loon ini gagal.

BTS Angkasa

Kalau BTS terbang, itu terbang di udara, di atmosfer. Sementara BTS langit itu ada di angkasa, di spaceyard, di luar atmosfer. Statis di jalur spacetime-nya. 
BTS ini, supaya cukup dekat dengan bumi, dia harus bergerak dengan kecepatan tertentu mengelilingi bumi supaya gaya sentrifugal (gaya yang menarik benda menjauhi pusat rotasi bumi) sama besar dengan grafitasi bumi. Dengan demikian, BTS angkasa ini akan berada di jarak yang konstan dengan bumi.
Maka, BTS ini akan bergerak mengelilingi bumi dalam kecepatan tinggi. Kecepatannya kira-kira sanggup mengelilingi bumi setiap 100 menit. 
BTS ini sudah ada, kira-kira sudah 1000 buah, dan sudah diujicoba oleh kira-kira 10 ribu orang. Banyak yang testimoni bahwa kecepatan internet yang bisa diterima di bumi dari BTS angkasa ini sekitar 150 Mbps. Jauh lebih cepat dari BTS darat yang dalam kasus saya, paling 1 Mbps.
SpaceX, perusahaan yang memiliki BTS angkasa ini berencana menempatkan 42 ribu buah BTS angkasa ini. Namanya Starlink. Dengan BTS sebanyak ini, SpaceX berharap bisa memberikan sinyal internet ke seluruh penduduk bumi di mana pun berada dengan kecepatan tinggi.
Dengan kecepatan internet yang sangat tinggi dan juga bisa diakses di seluruh lokasi (misalnya di kutub atau di tengah laut pasifik), atau di puncak gunung Slamet di Purbalingga, mungkin akan sangat banyak penduduk bumi yang ingin menikmatinya. Termasuk saya, pengen banget nyoba. Cuman pas saya order alat penerima sinyal Starlink, baru akan dikirim tahun 2022. Jadi sementara sy tunda keinginan itu.

Nasib Telkom(sel) dan perusahaan sejenisnya

Orang bilang, nasib itu sangat ditentukan oleh keputusan yang diambil. Sehingga, nasib Telkom(sel) dan perusahaan sejenis sangat bergantung pada strategi yang diambil. 
Kalau punya duit, bisa juga beli aja 100% saham SpaceX, sehingga Telkom(sel) bisa menguasai 100% sinyal internet dunia melalui BTS angkasa Starlink. Dan biarkan seluruh perusahaan pengelola BTS darat di seluruh dunia terdisrupsi dan tergantung pada Starlink dari Telkom(sel).
Sementara itu, stategi “mempertahankan BTS darat” bisa jadi perlu banyak penyesuaian. Paling yang bisa jadi bisnis di darat adalah BTS indoor, BTS yang melayani pengiriman sinyal di dalam ruangan (mall, kantor, lift, gua, dll).

Wallahualam.

Widodo Darojatun – Selamat Tahun Baru Hijriah

Satu
Tahun Masehi itu ditandai dengan kejadian yang sumir. Memperingati kelahiran siapa?
Di tahun Hijriah, jelas ditandai dengan hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah al Munawarah, kota yang penuh cahaya.
Perpindahan penuh risiko  menuju kota penuh cahaya, kota penuh harapan, yang bisa dinikmati siapa pun (rahmatan lil ‘alamin).
Seakan mengajarkan, bahwa setiap tahun baru Hijriah, kita perlu perbaharui semangat kita dalam membangun kota peradaban, berani melangkah melewati berbagai konsekuensinya.

Dua
Di tahun Masehi, biasanya santer pada buat resolusi, untuk langsing lah, untuk lebih disiplin lah, untuk berhenti merokok lah. Dan seterusnya. Biasanya resolusi untuk pribadi.
Di tahun baru Hijriah, kita diajari untuk “berhijrah”. Buatlah resolusi keumatan, demi kebaikan ummat. Melebihi kepentingan pribadi kita. Beyond your personal interest.
Resolusi saya tahun Hijriah ini, bertekad menginovasi Indonesia, membantu bangsa Indonesia menjadi the best nation in the world, membuat mereka mampu menciptakan peradaban global mulia. Dengan segala keterbatasan yang kumiliki.

Tiga
Di tahun Masehi, tahun akademik berjalan selama 365 hari. Negara² lain pun demikian. Di tahun Hijriah, hanya 354 hari. 
Seandainya saja tahun akademik bangsa Indonesia menggunakan tahun Hijriah, kita akan lebih maju 10 – 12 hari lebih cepat dibandingkan negara² lain, tiap tahun. Dalam 10 tahun bangsa Indonesia sudah lebih maju 120 hari. 
Bila sekolah² kita pake Hijriah, libur lebaran bisa disatukan dengan libur kenaikan kelas. Total libur setahun bisa diperpendek 2 minggu (14 hari!)
Bila disatukan, totalnya bisa hemat 10-12 hari + 14 hari! Alias 25 hari dalam setahun! Dalam sepuluh tahun hemat 250 hari alias hemat 1 tahun! 😱

Empat
Singkat kata, kalau di tahun Masehi, kita penuhi dengan resolusi dan mimpi pribadi. Mari jadikan tahun Hijriah penuh dengan mimpi keumatan 💪🏻.
*Selamat Tahun Baru Hijriah ke 1442.*

Prediktor Inovasi: Agenda Rapat Kita!

Widodo Darojatun, S.Pi, MBA
Pendiri Innovation Center di Bank Syariah Mandiri

Tanggal 29 Mei 2020 adalah momen di mana masyarakat Indonesia masih berada dalam kondisi sulit bergerak secara fisik, sejak dua bulan sebelumnya, Maret 2020. Bangsa ini sedang mengalami krisis aktivitas, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), akibat virus yang mirip dengan virus flu. Hanya saja sangat menular dan mematikan. Penyakit akibat virus corona ini secara resmi dinamai Covid19 (Corona VIrus Desease 2019), penyakit akibat virus corona yang muncul di tahun 2019. Di momen serba sulit beraktivitas ini, hanya untuk pekerjaan yang maha penting saja, masyarakat diijinkan untuk beraktivitas di kantor. Selebihnya diminta untuk tinggal di rumah.  Kerja dari rumah.
Kondisi ini mengakibatkan krisis yang dialami hampir seluruh negara di dunia. Negara maju Amerika pun kehilangan 100 ribu nyawa hanya dalam 5 bulan, akibat Covid19. Total kematian global mencapai 360 ribu orang, dalam 6 bulan pertama. Dampak ikutannya tidak kalah mengerikan. Pengangguran langsung melonjak, langsung menghapus angkatan kerja yang berhasil ditambahkan sejak 90 tahun terakhir, sejak krisis global The Great Depression. Perusahaan banyak yang gulung tikar. Kredit macet di perbankan tak terelakkan. Banyak yang sangat waswas, masihkan bisa hidup? Masihkah bisa mempertahankan pendapatan? Pekerjaan?
Orang seketika haus mencari jawaban atas kegusaran itu. Maklum, “nyawa finansial” ada di ujung tanduk. Apakah kita akan bangkrut? Masih adakah jalan keluar? Apakah inovasi bisa menjadi juru selamat?
Aksioma INOVASI ATAU MATI seakan sudah mengetuk di depan pintu, membawa dua pil, warna merah akan membawa kematian, warna biru membawa keberkahan. Apakah kita sanggup memilih dan menelan pil biru inovasi sehingga selamat dari kematian bisnis, pekerjaan, dan karir?Kegelisahan itulah yang barangkali membawa 600-an pegawai di perusahaan tempat kami bekerja untuk mengikuti kajian online. Via video conference. Bertema inovasi. Di akhir bulan Mei. 
Saya sebagai salah satu dari tiga panelis melihat antusiasme peserta sangatlah baik. Menandakan bahwa pencarian PIL BIRU inovasi betul-betul serius. Pesertanya pun cukup mewakili hampir seluruh komponen organisasi. Ada Direksi, Senior Vice President, Vice President, CEO Wilayah, Manajer Area, Kepala Cabang, dan pegawai lainnya. 
==========
Dalam momen diskusi yang audien-nya sangat beragam tersebut, saya berusaha keras untuk menampilkan materi yang mudah diingat. Memorable. Ilustratif. Visual. Supaya mudah ditangkap, mudah diingat, dan mudah masuk ke alam bawah sadar. Dengan semangat itu, saya coba tampilkan gambar-gambar yang cukup populer. Salah satunya adalah gambar perangkat elektronik pemutar musik digital paling populer sejagat raya di sekitar tahun 2005, iPod.
Mirip seperti telepon genggam, namun di dalamnya hanya hanya ada satu aplikasi musik, katakanlah mirip Spotify jaman sekarang. Pengguna bisa memilih lagu dan memutarnya. Perangkat elektronik ini sangat kecil. Kira-kira seperempat dari telepon genggam yang populer di tahun 2020. Perangkat elektronik tersebut saya bandingkan dengan produk penantangnya, Microsoft Zune! Cerita perbandingannya saya ambil dari ulasan Simon Sinek (penulis buku terkenal Starts With Why) tentang Microsoft dan Apple. Dia pernah berinteraksi dengan kedua perusahaan tersebut dan mengamati perilaku para eksekutifnya. 
Dia menemukan dua mindset yang sangat berbeda di antara dua perusahaan tersebut. Sinek menyampaikan bahwa kira-kira 80% tim eksekutif Microsoft, menghabiskan mayoritas waktu presentasinya, untuk berpikir tentang cara mengalahkan Apple. Sementara di Apple, 100% eksekutifnya menghabiskan 100% waktunya untuk membuat penggunanya terbantu. Membuat guru lebih mudah dalam mengajar menggunakan perangkat Apple. Membuat siswa lebih mudah belajar dengan perangkat Apple. Mendengar ulasan Sinek tersebut, saya begitu yakin bahwa inilah fakta yang dapat dihubungkan dengan tingkat kesuksesan kedua produk tersebut. Keduanya memiliki perbedaan penjualan yang sangat drastis. Zune hanya terjual kurang lebih 2 juta unit. Sementara iPod terjual kurang lebih 400 juta unit. 
Menanggapi dan menegaskan uraian tersebut, salah satu pejabat di cabang menyederhanakan bahwa perusahaan yang satu  berambisi untuk memenangkan kompetisi. Sementara perusahaan lainnya berambisi untuk menciptakan kebaikan bagi konsumennya. Dia sebut dengan istilah yang lebih populer di kalangan muslim, “Apple itu hanya memikirkan masalah, maslahah, maslahah”.
Ini ibarat hidup komplek perumahan. Ada warga yang selalu iri dengan apa yang dilakukan tetangga. Kalau ada yang beli kulkas, kita tiba-tiba ingin beli kulkas. Ada tetangga beli mobil baru, kita terpancing ingin beli mobil baru. Tetapi ada juga warga yang sangat bersahaja. Dia tidak pernah iri dengan apa yang dimiliki oleh tetangganya. Dia hanya terus berpikir bagaimana caranya berbuat baik bagi orang lain.
Melanjutkan uraian di atas, saya pun tetiba teringat dengan salah satu kisah Nabi Muhammad SAW, menjelang wafatnya. Kalimat terakhir yang terucap adalah “ummatku, ummatku, ummatku”. Beliau masih memikirkan ummatnya, ketika harta paling berharganya, nyawa, hampir tercabut dari badannya. Sungguh contoh yang sempurna. Menjelang meninggal saja masih memikirkan ummatnya, bagaimana kalau beliau masih beraktivitas normal? Tentu yang ada di hati, pikiran, dan tindakannya hanyalah “mengalirkan kebaikan bagi ummat dan seluruh alam”. Rahmatan lil ‘alamin.
Singkat kata, kalau kita analogikan dengan kehidupan bisnis, Apple ini mirip seperti semangat Nabi Muhammad SAW. Menggunakan 100% waktunya untuk kemaslahatan ummat, a.k.a pelanggan. Mirip juga seperti tetangga yang bersahaja itu.
===========
Pembaca yang dirahmati Allah.
Apakah Anda seorang pejabat negara atau pimpinan lembaga tinggi negara yang ingin membuat bangsanya maju? Atau seorang menteri yang ingin tugasnya tercapai gemilang? Seorang CEO yang ingin kinerjanya mentereng? Manajer yang ingin melampaui target? Ketua RT yang ingin warganya hidup bahagia sejahtera sentosa? Orang tua yang ingin anak-anaknya berprestasi? Atau seorang manusia yang sedang mengejar mimpi apa pun? Atau praktisi yang sedang berikhtiar untuk meningkatkan market-share perbankan syariah?
Mari kita bedah isi pikiran kita, dan bertanya:
A. Berapa persen dipenuhi semangat menciptakan kemudahan bagi ummat?
B. Berapa persen dipenuhi semangat meningkatkan kepemilikan duniawi? Harta, jabatan, nama baik, target finansial, dst?
Bila kita sedang berkelompok, berorganisasi, mari hitung perbandingan A dan B tersebut di agenda-agenda rapat kita, obrolan kita, dan lamunan kolektif kita! Barangkali itu semua mewakili kualitas masa depan organisasi tempat kita berada. 
Bandingkanlah keduanya! 
Saya berharap isi pikiran kita mirip seperti tim eksekutif Apple. Seperti Nabi Muhammad SAW. Seperti tetangga kita yang bersahaja. Yang hanya berpikir “ummati, ummati, ummati”, “customer-ku, customer-ku, customer-ku”.
Wallahualam.
===========
Link Youtube Simon Sinek: https://www.youtube.com/watch?v=x5nAaxIkmFE  
Link Zune terjual: https://en.wikipedia.org/wiki/Zune  
Link iPod terjual: https://en.wikipedia.org/wiki/IPod
NB:
Kalau market-share perbankan syariah stagnan di kisaran 5-6%, mungkin kita perlu periksa agenda harian kita. Apakah memang hanya 5-6% waktu dan pikiran kita digunakan untuk menciptakan solusi bagi nasabah?