Prediktor Inovasi: Agenda Rapat Kita!
Widodo Darojatun, S.Pi, MBA
Pendiri Innovation Center di Bank Syariah Mandiri
Tanggal 29 Mei 2020 adalah momen di mana masyarakat Indonesia masih berada dalam kondisi sulit bergerak secara fisik, sejak dua bulan sebelumnya, Maret 2020. Bangsa ini sedang mengalami krisis aktivitas, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), akibat virus yang mirip dengan virus flu. Hanya saja sangat menular dan mematikan. Penyakit akibat virus corona ini secara resmi dinamai Covid19 (Corona VIrus Desease 2019), penyakit akibat virus corona yang muncul di tahun 2019. Di momen serba sulit beraktivitas ini, hanya untuk pekerjaan yang maha penting saja, masyarakat diijinkan untuk beraktivitas di kantor. Selebihnya diminta untuk tinggal di rumah. Kerja dari rumah.
Kondisi ini mengakibatkan krisis yang dialami hampir seluruh negara di dunia. Negara maju Amerika pun kehilangan 100 ribu nyawa hanya dalam 5 bulan, akibat Covid19. Total kematian global mencapai 360 ribu orang, dalam 6 bulan pertama. Dampak ikutannya tidak kalah mengerikan. Pengangguran langsung melonjak, langsung menghapus angkatan kerja yang berhasil ditambahkan sejak 90 tahun terakhir, sejak krisis global The Great Depression. Perusahaan banyak yang gulung tikar. Kredit macet di perbankan tak terelakkan. Banyak yang sangat waswas, masihkan bisa hidup? Masihkah bisa mempertahankan pendapatan? Pekerjaan?
Orang seketika haus mencari jawaban atas kegusaran itu. Maklum, “nyawa finansial” ada di ujung tanduk. Apakah kita akan bangkrut? Masih adakah jalan keluar? Apakah inovasi bisa menjadi juru selamat?
Aksioma INOVASI ATAU MATI seakan sudah mengetuk di depan pintu, membawa dua pil, warna merah akan membawa kematian, warna biru membawa keberkahan. Apakah kita sanggup memilih dan menelan pil biru inovasi sehingga selamat dari kematian bisnis, pekerjaan, dan karir?Kegelisahan itulah yang barangkali membawa 600-an pegawai di perusahaan tempat kami bekerja untuk mengikuti kajian online. Via video conference. Bertema inovasi. Di akhir bulan Mei.
Saya sebagai salah satu dari tiga panelis melihat antusiasme peserta sangatlah baik. Menandakan bahwa pencarian PIL BIRU inovasi betul-betul serius. Pesertanya pun cukup mewakili hampir seluruh komponen organisasi. Ada Direksi, Senior Vice President, Vice President, CEO Wilayah, Manajer Area, Kepala Cabang, dan pegawai lainnya.
==========
Dalam momen diskusi yang audien-nya sangat beragam tersebut, saya berusaha keras untuk menampilkan materi yang mudah diingat. Memorable. Ilustratif. Visual. Supaya mudah ditangkap, mudah diingat, dan mudah masuk ke alam bawah sadar. Dengan semangat itu, saya coba tampilkan gambar-gambar yang cukup populer. Salah satunya adalah gambar perangkat elektronik pemutar musik digital paling populer sejagat raya di sekitar tahun 2005, iPod.
Mirip seperti telepon genggam, namun di dalamnya hanya hanya ada satu aplikasi musik, katakanlah mirip Spotify jaman sekarang. Pengguna bisa memilih lagu dan memutarnya. Perangkat elektronik ini sangat kecil. Kira-kira seperempat dari telepon genggam yang populer di tahun 2020. Perangkat elektronik tersebut saya bandingkan dengan produk penantangnya, Microsoft Zune! Cerita perbandingannya saya ambil dari ulasan Simon Sinek (penulis buku terkenal Starts With Why) tentang Microsoft dan Apple. Dia pernah berinteraksi dengan kedua perusahaan tersebut dan mengamati perilaku para eksekutifnya.
Dia menemukan dua mindset yang sangat berbeda di antara dua perusahaan tersebut. Sinek menyampaikan bahwa kira-kira 80% tim eksekutif Microsoft, menghabiskan mayoritas waktu presentasinya, untuk berpikir tentang cara mengalahkan Apple. Sementara di Apple, 100% eksekutifnya menghabiskan 100% waktunya untuk membuat penggunanya terbantu. Membuat guru lebih mudah dalam mengajar menggunakan perangkat Apple. Membuat siswa lebih mudah belajar dengan perangkat Apple. Mendengar ulasan Sinek tersebut, saya begitu yakin bahwa inilah fakta yang dapat dihubungkan dengan tingkat kesuksesan kedua produk tersebut. Keduanya memiliki perbedaan penjualan yang sangat drastis. Zune hanya terjual kurang lebih 2 juta unit. Sementara iPod terjual kurang lebih 400 juta unit.
Menanggapi dan menegaskan uraian tersebut, salah satu pejabat di cabang menyederhanakan bahwa perusahaan yang satu berambisi untuk memenangkan kompetisi. Sementara perusahaan lainnya berambisi untuk menciptakan kebaikan bagi konsumennya. Dia sebut dengan istilah yang lebih populer di kalangan muslim, “Apple itu hanya memikirkan masalah, maslahah, maslahah”.
Ini ibarat hidup komplek perumahan. Ada warga yang selalu iri dengan apa yang dilakukan tetangga. Kalau ada yang beli kulkas, kita tiba-tiba ingin beli kulkas. Ada tetangga beli mobil baru, kita terpancing ingin beli mobil baru. Tetapi ada juga warga yang sangat bersahaja. Dia tidak pernah iri dengan apa yang dimiliki oleh tetangganya. Dia hanya terus berpikir bagaimana caranya berbuat baik bagi orang lain.
Melanjutkan uraian di atas, saya pun tetiba teringat dengan salah satu kisah Nabi Muhammad SAW, menjelang wafatnya. Kalimat terakhir yang terucap adalah “ummatku, ummatku, ummatku”. Beliau masih memikirkan ummatnya, ketika harta paling berharganya, nyawa, hampir tercabut dari badannya. Sungguh contoh yang sempurna. Menjelang meninggal saja masih memikirkan ummatnya, bagaimana kalau beliau masih beraktivitas normal? Tentu yang ada di hati, pikiran, dan tindakannya hanyalah “mengalirkan kebaikan bagi ummat dan seluruh alam”. Rahmatan lil ‘alamin.
Singkat kata, kalau kita analogikan dengan kehidupan bisnis, Apple ini mirip seperti semangat Nabi Muhammad SAW. Menggunakan 100% waktunya untuk kemaslahatan ummat, a.k.a pelanggan. Mirip juga seperti tetangga yang bersahaja itu.
===========
Pembaca yang dirahmati Allah.
Apakah Anda seorang pejabat negara atau pimpinan lembaga tinggi negara yang ingin membuat bangsanya maju? Atau seorang menteri yang ingin tugasnya tercapai gemilang? Seorang CEO yang ingin kinerjanya mentereng? Manajer yang ingin melampaui target? Ketua RT yang ingin warganya hidup bahagia sejahtera sentosa? Orang tua yang ingin anak-anaknya berprestasi? Atau seorang manusia yang sedang mengejar mimpi apa pun? Atau praktisi yang sedang berikhtiar untuk meningkatkan market-share perbankan syariah?
Mari kita bedah isi pikiran kita, dan bertanya:
A. Berapa persen dipenuhi semangat menciptakan kemudahan bagi ummat?
B. Berapa persen dipenuhi semangat meningkatkan kepemilikan duniawi? Harta, jabatan, nama baik, target finansial, dst?
Bila kita sedang berkelompok, berorganisasi, mari hitung perbandingan A dan B tersebut di agenda-agenda rapat kita, obrolan kita, dan lamunan kolektif kita! Barangkali itu semua mewakili kualitas masa depan organisasi tempat kita berada.
Bandingkanlah keduanya!
Saya berharap isi pikiran kita mirip seperti tim eksekutif Apple. Seperti Nabi Muhammad SAW. Seperti tetangga kita yang bersahaja. Yang hanya berpikir “ummati, ummati, ummati”, “customer-ku, customer-ku, customer-ku”.
Wallahualam.
===========
Link Youtube Simon Sinek: https://www.youtube.com/watch?v=x5nAaxIkmFE
Link Zune terjual: https://en.wikipedia.org/wiki/Zune
Link iPod terjual: https://en.wikipedia.org/wiki/IPod
NB:
Kalau market-share perbankan syariah stagnan di kisaran 5-6%, mungkin kita perlu periksa agenda harian kita. Apakah memang hanya 5-6% waktu dan pikiran kita digunakan untuk menciptakan solusi bagi nasabah?
1 Comment
Tulisan yg menarik Pak untuk introspeksi saya pribadi.
Terkadang inovasi dianggap hanya utk hal-hal yang signifikan saja. Padahal mulai dari yg kecil juga bisa menjadi area inovasi ya, khususnya di ekonomi syariah.
Terima kasih sharingnya.