Skip to content Skip to main navigation Skip to footer

Month: May 2020

Cara Literasi Ekonomi Syariah Yang Masif dan Efisien (Murah) Saat Ini.

Putu Rahwidhiyasa
Praktisi Bank Syariah, Mantan Direksi Bank Syariah Mandiri

Literasi dan inklusi Keuangan Syariah masih termasuk rendah.  Di tahun 2019, indeks literasi Keuangan Syariah hanya 8,93%.  Artinya, hanya 9 orang dari 100 orang penduduk Indonesia yang mengetahui industri keuangan syariah.  Indeks inklusi Keuangan Syariah sedikit lebih baik, yaitu: 9,1%.  Namun, artinya tetap sama dengan literasi, yaitu: hanya 9 orang dari 100 orang penduduk Indonesia yang memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan syariah.

Sosialisasi untuk meningkatkan literasi dan pemasaran untuk meningkatkan inklusi memang memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang besar.  Sementara industri keuangan syariah masih termasuk baru dan dengan ukuran aset yang rata-rata baru tumbuh bila dibandingkan dengan ekonomi konvensional.

Upaya literasi mendapatkan peluang peningkatan di masa pandemi Covid-19 saat ini.  Di satu sisi, pandemi Covid-19 merupakan kejadian yang harus diwaspadai bagi kesehatan masyarakat dan ummat.  Namun, di sisi lain membuka peluang literasi yang masif dan murah bagi Keuangan Syariah.  Maksudnya, saat ini mayoritas masyarakat diminta beraktivitas dari rumah.  Bekerja, beribadah, beraktivitas dan berkomunikasi dari rumah.

Komunikasi menggunakan aplikasi-aplikasi rapat jarak jauh, sebut saja webex, team meet, zoom, dll.  Tentu dengan memperhatikan aspek keamanan (data) penggunaannya.  Kondisi inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang literasi.  Literasi melalui aplikasi komunikasi tersebut.  Caranya bisa bermacam-macam, salah satunya literasi via webinar yang masifWebinar tidak memerlukan sewa tempat, konsumsi, transportasi dll yang di masa lalu menjadi salah satu tantangan dalam literasi Keuangan Syariah.

Tentunya webinar untuk tujuan literasi ini perlu memperhatikan beberapa hal.  Pertama, perlu ditetapkan sasaran peserta.  Misal: pengusaha, pegawai, ibu rumah tangga, mahasiswa, dosen, guru, dll.  Masing-masing segmen ini memerlukan materi atau topik webinar yang berbeda, yang bermanfaat dan memberikan “keuntungan” kepada pesertanya, sehingga harus disiapkan sesuai kebutuhan. 

Kedua, literasi via webinar yang masif dan terstruktur harus dikoordinasikan dengan baik agar tidak tumpang tindih (overlapping) satu sama lain dan dengan selang waktu yang baik agar tidak berlebihan dan tidak membuat bosan.  Peran koordinasi dapat dilakukan oleh asosiasi-asosiasi di masing-masing industri Keuangan Syariah, misal: ASBISINDO (Asosiasi Bank Syariah Indonesia), AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia), dll.  Bahkan bisa dikoordinasikan lintas industri oleh asosiasi atau perkumpulan besar bila literasi yang lebih bersifat umum.  Misal: IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia), dan MES (Masyarakat Ekonomi Syariah).

Bagaimana pelaksanaan dari butir pertama dan kedua di atas? Kita ambil contoh: Mahasiswa program studi (prodi) Ekonomi Syariah dan Perguruan Tinggi-nya. Mahasiswa memerlukan sharing aplikasi ilmu dari praktisi ekonomi syariah.  Perguruan Tinggi terbantu bila para mahasiswa-nya terekspose dengan aplikasi ilmu di industri.  Industri Ekonomi Syariah juga terbantu bila para mahasiswa memahami kondisi dan perkembangan ekonomi syariah yang pada gilirannya dapat membantu industri melaksanakan literasi ke pihak-pihak lainnya pada saatnya, setidaknya utk diri sendiri dan keluarganya.  Bahkan bisa menjadi nasabah atau praktisi di ekonomi syariah.

ASBISINDO atau AASI dapat menyusun “kurikulum webinar” dengan materi aplikatif yang terbuka untuk semua mahasiswa prodi ekonomi syariah di seluruh Indonesia dan lintas perguruan tinggi.  Pemateri dapat bergantian dan terjadwal dari senior management di masing-masing lembaga keuangan anggota asosiasi.  Sekali lagi, Pemateri, Materi dan Jadwal diatur oleh Asosiasi agar tidak tumpang tindih dan tidak berlebihan.  Toh, hasil literasi akan “dinikmati” bersama oleh industri dalam bentuk perluasan pasar.  Materi tentunya di-stempel dengan logo Asosiasi dan bukan logo individu perusahaan masing-masing agar semangat kerjasama di industri tetap terjaga.

Perguruan Tinggi juga diharapkan dapat mengakomodir kegiatan webinar yang diikuti mahasiswanya di atas sebagai bagian dari program kuliah prodi yang bersangkutan.  Perguruan Tinggi dapat berkomunikasi dua arah dengan Asosiasi untuk menyepakati materi-materi yang dapat diakui sebagai bagian nilai di SKS (Satuan Kredit Semester).  Komunikasi ini juga diharapkan dapat meng-update kurikulum kuliah secara cepat dengan perkembangan industri yang terjadi.  Komunikasi antara Perguruan Tinggi dan Asosiasi juga dapat menggunakan fasilitas webinar, sehingga dapat menjangkau secara luas.

Perguruan Tinggi juga dapat mengusulkan agar Asosiasi dapat menerbitkan Sertifikat Online atas kepesertaan mahasiswa dalam webinar-webinar yang diikuti sebagai pertimbangan dalam pemenuhan SKS.  Bahkan bisa saja Perguruan Tinggi juga memperkenankan mahasiswa di prodi selain ekonomi syariah untuk mengikuti webinar-webinar tersebut.  Dalam contoh ini, Mahasiswa – Perguruan Tinggi – Industri sama-sama mendapatkan manfaat yang saling menguntungkan.  Semoga.

Contoh di atas dapat dikembangkan dengan sasaran peserta lainnya, yaitu: pengusaha, pegawai, ibu rumah tangga, dosen, guru, dll.

Insyaa Allah literasi keuangan syariah akan lebih cepat peningkatannya. Aamiin yaa rabbal aalamiin.

Prediktor Inovasi: Agenda Rapat Kita!

Widodo Darojatun, S.Pi, MBA
Pendiri Innovation Center di Bank Syariah Mandiri

Tanggal 29 Mei 2020 adalah momen di mana masyarakat Indonesia masih berada dalam kondisi sulit bergerak secara fisik, sejak dua bulan sebelumnya, Maret 2020. Bangsa ini sedang mengalami krisis aktivitas, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), akibat virus yang mirip dengan virus flu. Hanya saja sangat menular dan mematikan. Penyakit akibat virus corona ini secara resmi dinamai Covid19 (Corona VIrus Desease 2019), penyakit akibat virus corona yang muncul di tahun 2019. Di momen serba sulit beraktivitas ini, hanya untuk pekerjaan yang maha penting saja, masyarakat diijinkan untuk beraktivitas di kantor. Selebihnya diminta untuk tinggal di rumah.  Kerja dari rumah.
Kondisi ini mengakibatkan krisis yang dialami hampir seluruh negara di dunia. Negara maju Amerika pun kehilangan 100 ribu nyawa hanya dalam 5 bulan, akibat Covid19. Total kematian global mencapai 360 ribu orang, dalam 6 bulan pertama. Dampak ikutannya tidak kalah mengerikan. Pengangguran langsung melonjak, langsung menghapus angkatan kerja yang berhasil ditambahkan sejak 90 tahun terakhir, sejak krisis global The Great Depression. Perusahaan banyak yang gulung tikar. Kredit macet di perbankan tak terelakkan. Banyak yang sangat waswas, masihkan bisa hidup? Masihkah bisa mempertahankan pendapatan? Pekerjaan?
Orang seketika haus mencari jawaban atas kegusaran itu. Maklum, “nyawa finansial” ada di ujung tanduk. Apakah kita akan bangkrut? Masih adakah jalan keluar? Apakah inovasi bisa menjadi juru selamat?
Aksioma INOVASI ATAU MATI seakan sudah mengetuk di depan pintu, membawa dua pil, warna merah akan membawa kematian, warna biru membawa keberkahan. Apakah kita sanggup memilih dan menelan pil biru inovasi sehingga selamat dari kematian bisnis, pekerjaan, dan karir?Kegelisahan itulah yang barangkali membawa 600-an pegawai di perusahaan tempat kami bekerja untuk mengikuti kajian online. Via video conference. Bertema inovasi. Di akhir bulan Mei. 
Saya sebagai salah satu dari tiga panelis melihat antusiasme peserta sangatlah baik. Menandakan bahwa pencarian PIL BIRU inovasi betul-betul serius. Pesertanya pun cukup mewakili hampir seluruh komponen organisasi. Ada Direksi, Senior Vice President, Vice President, CEO Wilayah, Manajer Area, Kepala Cabang, dan pegawai lainnya. 
==========
Dalam momen diskusi yang audien-nya sangat beragam tersebut, saya berusaha keras untuk menampilkan materi yang mudah diingat. Memorable. Ilustratif. Visual. Supaya mudah ditangkap, mudah diingat, dan mudah masuk ke alam bawah sadar. Dengan semangat itu, saya coba tampilkan gambar-gambar yang cukup populer. Salah satunya adalah gambar perangkat elektronik pemutar musik digital paling populer sejagat raya di sekitar tahun 2005, iPod.
Mirip seperti telepon genggam, namun di dalamnya hanya hanya ada satu aplikasi musik, katakanlah mirip Spotify jaman sekarang. Pengguna bisa memilih lagu dan memutarnya. Perangkat elektronik ini sangat kecil. Kira-kira seperempat dari telepon genggam yang populer di tahun 2020. Perangkat elektronik tersebut saya bandingkan dengan produk penantangnya, Microsoft Zune! Cerita perbandingannya saya ambil dari ulasan Simon Sinek (penulis buku terkenal Starts With Why) tentang Microsoft dan Apple. Dia pernah berinteraksi dengan kedua perusahaan tersebut dan mengamati perilaku para eksekutifnya. 
Dia menemukan dua mindset yang sangat berbeda di antara dua perusahaan tersebut. Sinek menyampaikan bahwa kira-kira 80% tim eksekutif Microsoft, menghabiskan mayoritas waktu presentasinya, untuk berpikir tentang cara mengalahkan Apple. Sementara di Apple, 100% eksekutifnya menghabiskan 100% waktunya untuk membuat penggunanya terbantu. Membuat guru lebih mudah dalam mengajar menggunakan perangkat Apple. Membuat siswa lebih mudah belajar dengan perangkat Apple. Mendengar ulasan Sinek tersebut, saya begitu yakin bahwa inilah fakta yang dapat dihubungkan dengan tingkat kesuksesan kedua produk tersebut. Keduanya memiliki perbedaan penjualan yang sangat drastis. Zune hanya terjual kurang lebih 2 juta unit. Sementara iPod terjual kurang lebih 400 juta unit. 
Menanggapi dan menegaskan uraian tersebut, salah satu pejabat di cabang menyederhanakan bahwa perusahaan yang satu  berambisi untuk memenangkan kompetisi. Sementara perusahaan lainnya berambisi untuk menciptakan kebaikan bagi konsumennya. Dia sebut dengan istilah yang lebih populer di kalangan muslim, “Apple itu hanya memikirkan masalah, maslahah, maslahah”.
Ini ibarat hidup komplek perumahan. Ada warga yang selalu iri dengan apa yang dilakukan tetangga. Kalau ada yang beli kulkas, kita tiba-tiba ingin beli kulkas. Ada tetangga beli mobil baru, kita terpancing ingin beli mobil baru. Tetapi ada juga warga yang sangat bersahaja. Dia tidak pernah iri dengan apa yang dimiliki oleh tetangganya. Dia hanya terus berpikir bagaimana caranya berbuat baik bagi orang lain.
Melanjutkan uraian di atas, saya pun tetiba teringat dengan salah satu kisah Nabi Muhammad SAW, menjelang wafatnya. Kalimat terakhir yang terucap adalah “ummatku, ummatku, ummatku”. Beliau masih memikirkan ummatnya, ketika harta paling berharganya, nyawa, hampir tercabut dari badannya. Sungguh contoh yang sempurna. Menjelang meninggal saja masih memikirkan ummatnya, bagaimana kalau beliau masih beraktivitas normal? Tentu yang ada di hati, pikiran, dan tindakannya hanyalah “mengalirkan kebaikan bagi ummat dan seluruh alam”. Rahmatan lil ‘alamin.
Singkat kata, kalau kita analogikan dengan kehidupan bisnis, Apple ini mirip seperti semangat Nabi Muhammad SAW. Menggunakan 100% waktunya untuk kemaslahatan ummat, a.k.a pelanggan. Mirip juga seperti tetangga yang bersahaja itu.
===========
Pembaca yang dirahmati Allah.
Apakah Anda seorang pejabat negara atau pimpinan lembaga tinggi negara yang ingin membuat bangsanya maju? Atau seorang menteri yang ingin tugasnya tercapai gemilang? Seorang CEO yang ingin kinerjanya mentereng? Manajer yang ingin melampaui target? Ketua RT yang ingin warganya hidup bahagia sejahtera sentosa? Orang tua yang ingin anak-anaknya berprestasi? Atau seorang manusia yang sedang mengejar mimpi apa pun? Atau praktisi yang sedang berikhtiar untuk meningkatkan market-share perbankan syariah?
Mari kita bedah isi pikiran kita, dan bertanya:
A. Berapa persen dipenuhi semangat menciptakan kemudahan bagi ummat?
B. Berapa persen dipenuhi semangat meningkatkan kepemilikan duniawi? Harta, jabatan, nama baik, target finansial, dst?
Bila kita sedang berkelompok, berorganisasi, mari hitung perbandingan A dan B tersebut di agenda-agenda rapat kita, obrolan kita, dan lamunan kolektif kita! Barangkali itu semua mewakili kualitas masa depan organisasi tempat kita berada. 
Bandingkanlah keduanya! 
Saya berharap isi pikiran kita mirip seperti tim eksekutif Apple. Seperti Nabi Muhammad SAW. Seperti tetangga kita yang bersahaja. Yang hanya berpikir “ummati, ummati, ummati”, “customer-ku, customer-ku, customer-ku”.
Wallahualam.
===========
Link Youtube Simon Sinek: https://www.youtube.com/watch?v=x5nAaxIkmFE  
Link Zune terjual: https://en.wikipedia.org/wiki/Zune  
Link iPod terjual: https://en.wikipedia.org/wiki/IPod
NB:
Kalau market-share perbankan syariah stagnan di kisaran 5-6%, mungkin kita perlu periksa agenda harian kita. Apakah memang hanya 5-6% waktu dan pikiran kita digunakan untuk menciptakan solusi bagi nasabah?

Penyaluran ZISWAF Langsung (Berbasis Kode Pos) oleh Bank Syariah: Pelajaran Masa Pandemi

Putu Rahwidhiyasa
Praktisi Bank Syariah, Mantan Direksi Bank Syariah Mandiri

Penghimpunan ZISWAF (zakat, infaq, shadaqah, wakaf) masih dirasakan belum optimal dibandingkan dengan potensinya.  Perlu dipertimbangkan program yang lebih efisien, memudahkan dan menarik dalam penghimpunan dan penyaluran ZISWAF.

Salah satu alternatif adalah penyaluran ZISWAF secara langsung oleh perbankan syariah. Penyaluran ZISWAF dapat diprioritaskan ke daerah terdekat dengan pembayar ZISWAF dengan pertimbangan bahwa ZISWAF untuk membantu “orang terdekat” terlebih dahulu.  Penyaluran langsung ini sangat membantu masyarakat terdampak, khususnya pada saat terjadi pandemi penyakit seperti saat ini.
Skema penyaluran ZIS langsung oleh bank syariah dimaksud adalah sebagai berikut: Pertama, Pembayar menyetorkan ZIS ke bank syariah melalui mobile banking, ATM, agen bank, outlet bank, dll.  Kedua, sistem bank syariah secara otomatis harus mengelompokkan dana ZIS yang diterima atas dasar Kode Pos dari Pembayar ZIS (Kode Pos Dana ZIS).

Ketiga, sistem bank syariah harus mencari di database Penerima ZIS atas dasar Kode Pos yang sama atau terdekat dengan Kode Pos Dana ZIS. Penyaluran zakat tetap memperhatikan 8 Asnaf (Mustahik).  Mustahik yang diprioritaskan adalah fakir-miskin atau keluarga yang kehilangan penghasilan. Oleh karena itu, penyalurannya dalam bentuk sembako untuk bertahan hidup.  Bank syariah dapat bekerjasama dengan agen bank seperti warung sembako tradisional atau minimarket sebagai penyedia sembako.  Bank syariah menyalurkan dana ZIS pada beberapa tanggal tertentu setiap awal bulan.  Penyaluran di beberapa tanggal untuk mengurangi antrian di warung atau minimarket.  Alternatifnya, dana dapat disalurkan langsung oleh bank syariah ke rekening (atau virtual account) Mustahik dan Mustahik dapat membelanjakan untuk keperluan pokoknya.

Keempat, Penerima ZIS mengambil sembako tersebut sesuai tanggal yang ditentukan di warung atau minimarket terdekat yang ditunjuk.  Penerima ZIS harus terdaftar di dalam database Penerima ZIS.  Kelima, semua bank syariah harus meng-akses satu database Penerima ZIS yang sama. Jika satu Penerima ZIS telah ditandai (tag) oleh satu bank syariah, maka tidak dapat ditandai oleh bank syariah lain pada bulan penyaluran tersebut.  Hal ini untuk menghindari penyaluran ganda kepada Penerima ZIS.  Keenam, penyaluran dana ZIS yang lebih kompleks atau belum dapat dilakukan langsung seperti di atas, tetap melalui Lembaga Penyalur Zakat lain.

Penghimpunan dan penyaluran Wakaf juga mengikuti pola di atas, tapi untuk tujuan produktif ke daerah dengan Kode Pos sama atau terdekat dengan Pembayar Wakaf.  Misalnya penerima Wakaf adalah fakir-miskin (Muzakki) yang juga sedang membuka usaha kecil seperti penjual makanan (gado-gado, gorengan), dan usaha kecil lainnya.  Tentu yang disalurkan adalah hasil pengembangan dana Wakaf, sehingga nilai Wakaf tidak berkurang.  Kombinasi penyaluran ZIS dan Wakaf selain memenuhi kebutuhan dasar akan sembako, juga dapat membantu pemberdayaan Muzakki agar bisa mandiri.
Penyaluran ZISWAF langsung di atas memerlukan beberapa kondisi pendukung.  Pertama, perlu dibangun database Penerima ZISWAF yang dapat dipercaya misal dengan melibatkan Ketua RT/RW atau Kelurahan/Desa. Hal ini tidak mudah, tapi sekali terbentuk, akan sangat bermanfaat.  Alternatifnya menggunakan data lain yang tersedia misal data bantuan langsung tunai.  Database diupdate periodik. 

Kedua, perlu penyesuaian ketentuan di Undang-undang no. 21/2008 tentang Perbankan Syariah pasal 4 ayat (2) yang berbunyi “Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat”.  Penyesuaiannya menjadi “… dan dapat menyalurkannya secara langsung kepada Penerima ZISWAF” atau bank syariah diperkenankan sebagai Amil dan Nazhir sekaligus.
Ketiga, dalam membangun sistem penghimpunan dan penyaluran di atas, bank syariah memerlukan dana investasi untuk teknologi dll.  Mengingat bank syariah yang melakukan penghimpunan dan penyaluran langsung, maka bank syariah seyogyanya diperkenankan menerima dana Amil (“fee” Pengumpul ZIS) dan “fee” Pengumpul Wakaf untuk membantu biaya investasi tersebut.  Dana Amil dan fee Pengumpul Wakaf dapat dibagi juga untuk membangun database Penerima ZISWAF.  Pihak lain yang terlibat seperti warung sembako atau minimarket, telah mendapatkan keuntungan karena dapat menjual sembako dari outlet mereka kepada Penerima ZIS.

Keempat, program pendampingan sederhana kepada Usaha Kecil Penerima Wakaf (secara berkelompok) yg dapat dilakukan oleh pegawai bank syariah terdekat sebagai bagian employee volunteering dari program Keuangan Berkelanjutan (sustainable finance) atau maqashid syariah bank syariah.
Kelima, hal-hal strategis atau teknis lain yang dapat dilakukan secara gotong-royong oleh semua pihak terkait. Semoga program di atas secara efisien dapat membantu masyarakat Indonesia secara bertahap menuju ke taraf hidup yang lebih baik.  Aamiin.