Skip to content Skip to main navigation Skip to footer

Ekonomi Syariah

KPR Syariah

Saat ini, terdapat banyak properti yang ditawarkan baik itu untuk kaum muda yang baru pertama kali mempunyai rumah, keluarga yang ingin melakukan pergantian rumah, maupun sekedar investasi. Banyak metode pembiayaan untuk pembelian properti tersebut, salah satunya dengan menggunakan KPR Syariah.

Dilansir dari Kompas, saat ini banyak nasabah yang memilih model pembiayaan KPR Syariah dikarenakan tidak terdapatnya perubahan bunga setiap tahunnya yang dapat mempengaruhi biaya cicilan. Tetapi, apa KPR Syariah itu sendiri?

Menurut OJK, KPR Syariah adalah pembiayaan kredit kepemilikan tempat tinggal (rumah atau apartemen) berdasarkan syariat Islam yang bebas dari riba. Pada KPR Konvensional, transaksi yang dilakukan adalah transaksi uang, sedangkan pada KPR Syariah, transaksi yang dilakukan adalah transaksi barang.

Terdapat tiga jenis akad pada proses KPR Syariah.

  • Akad Jual Beli atau Akad Murabahah.

Menurut Nopriansyah (2017), Akad Murabahah adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Pada prosesnya, Bank akan membelikan barang atau dalam hal ini rumah atau apartemen, kemudian menjualnya kembali dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan oleh Bank untuk kemudian diangsur oleh pengguna akad.

  • Akad Musyarakah Mutanaqisah (Kerja Sama – Sewa)

Akad Musyarakah Mutanaqisah adalah bentuk kerjasama kedua belah pihak untuk kepemilikan asset dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak yang disebabkan pengalihan hak komersial secara bertahap kepada pihak lainnya (OJK).

  • Akad lainnya: Istishna, Ijarah Muntahiyyah Bit Tamlik (IMBT)

Ijarah Muntahiyyah Bit Tamlik (IMBT) adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual dan menghibahkan asset di akhir periode sehingga transaksi ini akan diakhiri dengan perpindahan kepemilikan asset ke pihak lain (Arwan, 2019).

Cara Literasi Ekonomi Syariah Yang Masif dan Efisien (Murah) Saat Ini.

Putu Rahwidhiyasa
Praktisi Bank Syariah, Mantan Direksi Bank Syariah Mandiri

Literasi dan inklusi Keuangan Syariah masih termasuk rendah.  Di tahun 2019, indeks literasi Keuangan Syariah hanya 8,93%.  Artinya, hanya 9 orang dari 100 orang penduduk Indonesia yang mengetahui industri keuangan syariah.  Indeks inklusi Keuangan Syariah sedikit lebih baik, yaitu: 9,1%.  Namun, artinya tetap sama dengan literasi, yaitu: hanya 9 orang dari 100 orang penduduk Indonesia yang memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan syariah.

Sosialisasi untuk meningkatkan literasi dan pemasaran untuk meningkatkan inklusi memang memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang besar.  Sementara industri keuangan syariah masih termasuk baru dan dengan ukuran aset yang rata-rata baru tumbuh bila dibandingkan dengan ekonomi konvensional.

Upaya literasi mendapatkan peluang peningkatan di masa pandemi Covid-19 saat ini.  Di satu sisi, pandemi Covid-19 merupakan kejadian yang harus diwaspadai bagi kesehatan masyarakat dan ummat.  Namun, di sisi lain membuka peluang literasi yang masif dan murah bagi Keuangan Syariah.  Maksudnya, saat ini mayoritas masyarakat diminta beraktivitas dari rumah.  Bekerja, beribadah, beraktivitas dan berkomunikasi dari rumah.

Komunikasi menggunakan aplikasi-aplikasi rapat jarak jauh, sebut saja webex, team meet, zoom, dll.  Tentu dengan memperhatikan aspek keamanan (data) penggunaannya.  Kondisi inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang literasi.  Literasi melalui aplikasi komunikasi tersebut.  Caranya bisa bermacam-macam, salah satunya literasi via webinar yang masifWebinar tidak memerlukan sewa tempat, konsumsi, transportasi dll yang di masa lalu menjadi salah satu tantangan dalam literasi Keuangan Syariah.

Tentunya webinar untuk tujuan literasi ini perlu memperhatikan beberapa hal.  Pertama, perlu ditetapkan sasaran peserta.  Misal: pengusaha, pegawai, ibu rumah tangga, mahasiswa, dosen, guru, dll.  Masing-masing segmen ini memerlukan materi atau topik webinar yang berbeda, yang bermanfaat dan memberikan “keuntungan” kepada pesertanya, sehingga harus disiapkan sesuai kebutuhan. 

Kedua, literasi via webinar yang masif dan terstruktur harus dikoordinasikan dengan baik agar tidak tumpang tindih (overlapping) satu sama lain dan dengan selang waktu yang baik agar tidak berlebihan dan tidak membuat bosan.  Peran koordinasi dapat dilakukan oleh asosiasi-asosiasi di masing-masing industri Keuangan Syariah, misal: ASBISINDO (Asosiasi Bank Syariah Indonesia), AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia), dll.  Bahkan bisa dikoordinasikan lintas industri oleh asosiasi atau perkumpulan besar bila literasi yang lebih bersifat umum.  Misal: IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia), dan MES (Masyarakat Ekonomi Syariah).

Bagaimana pelaksanaan dari butir pertama dan kedua di atas? Kita ambil contoh: Mahasiswa program studi (prodi) Ekonomi Syariah dan Perguruan Tinggi-nya. Mahasiswa memerlukan sharing aplikasi ilmu dari praktisi ekonomi syariah.  Perguruan Tinggi terbantu bila para mahasiswa-nya terekspose dengan aplikasi ilmu di industri.  Industri Ekonomi Syariah juga terbantu bila para mahasiswa memahami kondisi dan perkembangan ekonomi syariah yang pada gilirannya dapat membantu industri melaksanakan literasi ke pihak-pihak lainnya pada saatnya, setidaknya utk diri sendiri dan keluarganya.  Bahkan bisa menjadi nasabah atau praktisi di ekonomi syariah.

ASBISINDO atau AASI dapat menyusun “kurikulum webinar” dengan materi aplikatif yang terbuka untuk semua mahasiswa prodi ekonomi syariah di seluruh Indonesia dan lintas perguruan tinggi.  Pemateri dapat bergantian dan terjadwal dari senior management di masing-masing lembaga keuangan anggota asosiasi.  Sekali lagi, Pemateri, Materi dan Jadwal diatur oleh Asosiasi agar tidak tumpang tindih dan tidak berlebihan.  Toh, hasil literasi akan “dinikmati” bersama oleh industri dalam bentuk perluasan pasar.  Materi tentunya di-stempel dengan logo Asosiasi dan bukan logo individu perusahaan masing-masing agar semangat kerjasama di industri tetap terjaga.

Perguruan Tinggi juga diharapkan dapat mengakomodir kegiatan webinar yang diikuti mahasiswanya di atas sebagai bagian dari program kuliah prodi yang bersangkutan.  Perguruan Tinggi dapat berkomunikasi dua arah dengan Asosiasi untuk menyepakati materi-materi yang dapat diakui sebagai bagian nilai di SKS (Satuan Kredit Semester).  Komunikasi ini juga diharapkan dapat meng-update kurikulum kuliah secara cepat dengan perkembangan industri yang terjadi.  Komunikasi antara Perguruan Tinggi dan Asosiasi juga dapat menggunakan fasilitas webinar, sehingga dapat menjangkau secara luas.

Perguruan Tinggi juga dapat mengusulkan agar Asosiasi dapat menerbitkan Sertifikat Online atas kepesertaan mahasiswa dalam webinar-webinar yang diikuti sebagai pertimbangan dalam pemenuhan SKS.  Bahkan bisa saja Perguruan Tinggi juga memperkenankan mahasiswa di prodi selain ekonomi syariah untuk mengikuti webinar-webinar tersebut.  Dalam contoh ini, Mahasiswa – Perguruan Tinggi – Industri sama-sama mendapatkan manfaat yang saling menguntungkan.  Semoga.

Contoh di atas dapat dikembangkan dengan sasaran peserta lainnya, yaitu: pengusaha, pegawai, ibu rumah tangga, dosen, guru, dll.

Insyaa Allah literasi keuangan syariah akan lebih cepat peningkatannya. Aamiin yaa rabbal aalamiin.